Amalan Pelebur Dosa
Amalan Pelebur Dosa
Tumpukan
dosa yang menggumpal bukan berarti tak bisa dihapus. Beragam kebaikan yang
dilakukan dengan ikhlas mampu meleburnya.
Kesalahan
bisa dilakukan siapa saja. Tak terkecuali ahli ibadah sekalipun. Karenanya,
orang yang terbaik bukan mereka yang tak pernah terjerembab dalam kekeliruan.
Tapi, mereka yang selalu menyadari kesalahannya, lalu bertaubat. Dan tidak
menunda walau sedetik pun.
“Langsung
bertaubat dari dosa merupakan keharusan yang tak bisa ditunda-tunda. Jika
taubat ditunda, ia akan memunculkan durhaka lain akibat penundaan itu,” kata
Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Begitu
pentingnya taubat karena ia adalah gerbang segala ampunan. Ia adalah wujud
pengakuan hamba atas dosanya, dan jembatan pengakuan Allah bagi ampunan-Nya.
Taubatlah yang menjadi kunci kebaikan untuk menghapus dosa kesalahan seorang
hamba. Allah berfirman, “…Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan
mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka diganti dengan kebaikan. Dan
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS Furqan: 70).
Setelah
gerbang ampunan terbuka, ibadah berikutnya yang bisa melebur dosa adalah
sedekah, baik yang dilakukan dengan terang-terangan maupun secara
sembunyi-sembunyi. Allah berfirman, “Jika kamu menampakkan
sedekah(mu)
maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan
kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kamu. Dan
Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS
al-Baqarah:
271).
Rasulullah
saw bersabda, “…sedekah itu mematikan (melebur) kesalahan dan takwa itu
membunuh kesalahan seperti air memadamkan api,” (HR Thabrani).
Sedekah
berasal dari kata shadaqa yang berarti benar. Orang yang suka bersedekah adalah
orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariah, pengertian
sedekah sama dengan pengertian infak, baik hukum maupun ketentuan-ketentuan
umum lainnya. Hanya saja, jika infak cenderung berkaitan dengan materi, sedekah
memiliki arti lebih luas, menyangkut juga hal yang bersifat non-materi. Hadits
riwayat Imam Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah saw menyatakan bahwa jika tidak
mampu bersedekah dengan harta, maka membaca tasbih, membaca takbir, tahmid,
tahlil, berhubungan suami-istri, atau melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi
mungkar juga sedekah. Dalam hadits lain yang juga diriwayatkan Muslim,
Rasulullah saw menyebutkan bahwa tersenyum kepada saudara yang lain, itu
sedekah.
Lebih luas
lagi, kata sedekah yang terdapat dalam al-Qur’an, sebagian dimaksudkan zakat
(QS at-Taubah: 60 dan 103). Hanya saja, walaupun seseorang telah berzakat
tetapi masih memiliki kelebihan harta, ia sangat dianjurkan untuk berinfak dan
bersedekah. Berinfak adalah ciri utama orang yang bertakwa (QS al-Baqarah: 3),
ciri Mukmin yang sungguh-sungguh imannya (QS al-Anfal: 3-4), ciri Mukmin yang
mengharapkan keuntungan abadi (QS Faathir: 29). Berinfak akan melipatgandakan
pahala di sisi Allah SWT (QS al-Baqarah: 262).
Sebaliknya,
tidak mau berinfak sama dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan (QS al-Baqarah:
195).
Di antara
keutamaan zakat adalah, termasuk indikator tingginya keimanan seseorang,
mengundang pertolongan dan rahmat Allah SWT (QS al-Hajj:
40-41 dan
QS at-Taubah: 71), membersihkan harta (QS at-Taubah: 103), mengembangkan harta
(QS ar-Ruum: 39), dan mendistribusikan harta sehingga lenyap jurang antara kaya
dan miskin (QS al-Hasyr: 7).
Ibadah
lainnya yang masih berkaitan langsung dengan harta dan pahalanya mampu melebur
dosa adalah jihad. Jihad di jalan Allah yang dilakukan dengan ikhlas bisa
melebur dosa. Baik yang dilakukan dengan harta maupun jiwa. Allah berfirman,
“…(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah
dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui,
niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan ke dalam surga…” (QS
ash-Shaff: 11-12).
Karenanya,
para sahabat Rasulullah saw selalu berlomba menyambut seruan jihad. Kendati
mereka sudah menginfakkan harta, tapi itu tak membuat mereka puas untuk tidak
ikut berjuang di jalan Allah. Bagi mereka, syahid di jalan Allah adalah kunci
utama untuk mendapatkan ampunan Allah. Dari Abu Hurairah Rasulullah saw
bersabda, “Orang yang mati syahid akan diampuni dosanya pada percikan darah
yang pertama, dan akan dikawinkan dengan dua bidadari dan akan memberi syafaat
tujuh puluh dari anggota keluarganya…,” (HR Thabrani).
Untuk itu,
niat berjihad harus selalu ada dalam benak kaum Muslimin.
Namun,
bagi mereka yang tidak sempat berjihad bukan berarti pintu melebur dosa
tertutup. Ibadah sehari-hari yang kita lakukan dengan ikhlas dan sesuai
tuntutan Rasulullah saw, juga bisa menghapus dosa.
Rasulullah
saw bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, maka dosa-dosanya
yang terdahulu akan diampuni. Sedangkan shalatnya, jalannya menuju masjid
adalah amalan tambahan,” (HR Muslim dan Nasai).
Dalam
hadits yang diriwayatkan Thabrani dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, Abdullah
bin Umar berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang pergi ke
masjid (untuk shalat) berjamaah, maka satu langkah bisa menghapus kesalahannya,
dan satu langkah (yang lain) ditulis sebagai kebaikan (untuknya) selama pergi
dan pulang.”
Begitu
juga dengan ibadah-ibadah lainnya. Shalat merupakan kaffarah
(penebus)
atas dosa dan kesalahan seorang hamba. Perumpamaan orang yang melakukan shalat
lima waktu sehari semalam ibarat orang yang di depan rumahnya mengalir sungai
dan ia mandi lima kali sehari. Tak akan ada kotoran yang tersisa. “Begitulah
perumpamaan shalat lima waktu. Dengan shalat itu Allah akan melebur
kesalahan-kesalahan (hamba-Nya),” ujar Rasulullah saw seperti diriwayatkan
Bukhari dan Muslim.
Dalam
hadits lain yang diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi bahwa Rasulullah saw
menegaskan, “Shalat lima waktu, shalat Jum’at menuju Jum’at berikutnya adalah
pelebur dosa di antara mereka, selama dosa-dosa besar tidak dilanggar.”
Ibadah
puasa yang dilakukan dengan penuh keimanan dan hanya mengharap ridha Allah,
bisa melebur dosa. “Barangsiapa puasa Ramadhan dengan iman dan ikhlas (mencari
pahala karena Allah) maka diampunilah dosanya yang sudah lewat,” (HR Bukhari
Muslim).
Apalagi
jika puasa Ramadhan diikuti dengan puasa Syawal enam hari setelahnya.
“Barangsiapa yang puasa Ramadhan dan mengiringinya dengan puasa enam hari di
bulan Syawal, maka ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari ia
dilahirkan ibunya,” demikian sabda Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan
Thabrani dalam Mu’jam al-Ausath-nya.
Puasa
ayyamul bidh (tiga hari setiap pertengahan bulan hijriyah) juga bisa menjadi
pelebur dosa. Dalam Mu’jam al-Kabir-nya Thabrani meriwayatkan, dari Maimunah
binti Sa’ad bahwa Rasulullah saw bersabda, “Dari setiap bulan tiga hari,
barangsiapa yang mampu melaksanakannya maka (pahala) setiap harinya bisa
melebur sepuluh kali kesalahan dan dia bersih dari dosa seperti air
membersihkan pakaian.”
Kalau
ibadah harian (seperti shalat), bulanan (seperti puasa sunnah), atau tahunan
(seperti puasa Ramadhan) mampu melebur dosa, begitu juga dengan ibadah haji
yang diwajibkan sekali seumur hidup bagi yang mampu.
Rasulullah
saw bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan haji, lalu tidak berbicara kotor
dan tidak fasik, dia akan kembali (diampuni) dari dosanya sebagai mana ia
dilahirkan ibunya,” (HR Bukhari Muslim).
Begitulah
kesempurnaan Islam dan keutamaan umat Nabi Muhammad.
Hari-harinya
penuh dengan pahala yang mampu melebur dosa kesalahannya.
Bahkan,
pelebur dosa itu kadang bukan datang dari ibadah mahdhah yang kita lakukan.
Musibah yang dihadapi dengan tabah dan sabar juga mampu mendatangkan ampunan
Allah. “Tidaklah menimpa seorang Mukmin suatu kepayahan dan tidak pula penyakit
yang langgeng, tidak pula duka cita, dan tidak pula kesusahan, tidak pula
penyakit dan tidak pula kesedihan sampai duri yang mengenai dirinya kecuali
Allah akan mengampuni kesalahannya dengan musibah itu,” (HR Bukhari Muslim).
Muamalah
sesama manusia yang dilakukan dengan akhlak yang baik juga mampu mengikis
tumpukan dosa. “Akhlak yang baik bisa menghancurkan kesalahan-kesalahan
sebagaimana matahari mencairkan es,” (HR Thabrani dan Baihaqi). Dalam hadits
yang diriwayatkan Ahmad dan Tirmidzi, Nabi kembali menegaskan, “Tak ada dua
orang Islam yang saling bertemu, lalu keduanya saling berjabat tangan kecuali
Allah akan mengampuni keduanya sebelum berpisah.”
Subhanallah.
Betapa mulia Islam. Tak ada tindakan umatnya yang sia-sia jika dilakukan sesuai
tuntunan Rasulullah saw. Desah napas kebaikan yang kita hembuskan semua
bernilai pahala. Ibadah-ibadah ringan yang selama ini sering kita anggap remeh
nyatanya mampu menjadi godam palu yang bisa melebur bongkahan dosa.
Subhanallah. Betapa mulia Islam. Tak ada tindakan umatnya yang sia-sia jika dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah saw
BalasHapus